vendredi 3 juillet 2009

Cerita Pendek

KEJUTAN dalam KEJUTAN

Waktu telah menunjukkan pukul 2 malam, namun demi mendapatkan nilai bagus untuk ujian esok, diriku masih terus berkutik dengan soal-soal dibuku. Aku tak sabar menunggu esok hari. Selain merupakan ujian terakhir, malamnya aku akan langsung menuju bandara internasional di salah satu negara di benua Eropa untuk berlibur ke tanah air. Hatiku terasa riang dan begitu bahagia, mengingat aku bisa menghabiskan waktu liburanku di Jakarta. Disana, banyak orang-orang penting bagiku yang menunggu. Khususnya ‘dia’, yang bisa membuatku tersenyum dan menangis disaat bersamaan. Disaat kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur, entah mengapa terbayang wajahnya yang sedang tersenyum. Perjalanan pulang ke Indonesia ini pun merupakan hal yang tiba-tiba, aku ingin membuat gadis tersebut terkejut dengan kehadiranku sebagai hadiah ulang tahun untuknya. Dengan itu aku rela mengeluarkan segenap tabunganku sebesar 2800 euro dari hasil jerih kerja paruh waktu yang kukumpulkan selama 7 bulan terakhir ini. Apapun yang terjadi, aku ingin bertemu dengan dia.


Semakin jauh jarak yang memisahkan kita

Semakin dekat aku merasakan kehadiranmu

Kesendirian ini berubah menjadi kekuatan

Disaat aku memikirkan dirimu



Aku bergegas menuju lobi terminal 2. Kurva senyumanku terbentuk dengan maksimal, dengan penuh semangat aku melangkahkan kaki ke dalam pesawat tidak lupa membeli cokelat mengingat bahwa dia sangat suka dengan cokelat. Aku tak sabar untuk bertemu dan memeluk dirinya. Aku ingin sekali melihat wajahnya yang tersenyum. Terbayang kembali secara jelas wajahnya yang ceria, yang membuat diriku tersenyum-senyum selama perjalanan menuju bandar udara Soekarno-Hatta.

Tiga belas jam telah berlalu. Aku dapat merasakan hawa Jakarta yang sedikit pengap dan panas begitu aku keluar dari belalai pesawat. Namun hawa panas itu tidak bisa membuat senyumanku luntur. Walau sedikit merasa kepanasan dan gerah, namun aku terus menikmati udara ibu kota tercinta. Aku tidak langsung menuju rumah, melainkan ke stasiun Gambir agar dapat melanjutkan perjalananku menuju suatu daerah terpencil. Tujuan utamaku pulang ke Indonesia adalah untuk bertemu dengannya. Sudah hampir 1 tahun aku tidak melihatnya, aku benar-benar tidak sabar untuk melihat wajahnya. Walaupun aku harus melalui antrian yang panjang, namun semua itu tidak mengurung niatku untuk bertemu dengannya.

Tiba di daerah terpencil itu, aku langsung menuju rumah sakit dimana ia berada. Gadis yang kusayang itu adalah seorang dokter, yang telah meraih gelar sarjana kedokteran dan kini sedang melakukan koas agar mendapatkan izin praktek. Aku yakin dia sedang sibuk, namun aku tidak bisa menahan diri untuk bertemu dengan dirinya. Rasa kangen ini meluap secara tiba-tiba yang membuatku melakukan tindakan irasional seperti menggunakan waktu libur 1 minggu ini untuk ke Indonesia hanya untuk bertemu dia dan melihat wajahnya yang berseri-seri. Aku berharap kehadiranku ini tidak menganggu konsentrasinya, aku hanya ingin mengejutkannya dengan kehadiranku yang tiba-tiba.

Aku sedikit menarik napas sebelum menghentakan langkah ke dalam RS tersebut. Entah kenapa, jantungku berdegup kencang dan tanganku bergetaran. Aku memejamkan mata dan menarik napas panjang.

Aku telusuri koridor rumah sakit, mencari sosok dirinya. Apabila aku tidak salah ingat, terakhir kali kita bertukar email, ia mengatakan sedang berada pada stagse jantung. Aku berputar-putar dalam RS yang akhirnya menyerah dan bertanya pada satpam dimana bagian jantung. Aku kembali menelusuri koridor tersebut, namun kini dengan arah yang jelas. Aku memasuki sebuah ruangan, disana terdapat seorang suster yang sedang merapihkan peralatan-peralatan. Melihat diriku, ia spontan bertanya.

“Anu.. suster, apa disini ada mahasiswa kedokteran yang bernama Tania Riani?”

Setelah mendapatkan jawabannya, aku langsung menuju kantin. Kantinnya lumayan besar, terdapat banyak orang yang sedang menikmati makan siang. Diantara keramain, sekilas aku dapat melihat sosoknya yang baru beranjak dari kursi, sehingga aku hanya bisa melihat sosok belakangnya. Ingin sekali aku berteriak memanggil namanya, namun suatu adegan membuatku terdiam membisu. Seorang cowok merangkulnya berjalan keluar dari kantin. Perasaanku mulai tidak enak, namun aku tetap berpikir positif dan mengikuti mereka. Hingga disalah satu belokkan koridor, aku menghentikan langkah melihat mereka berdua yang sedang bertatapan dengan wajah berseri-seri. Aku tidak berani muncul ke permukaan, sehingga aku memilih untuk mengamati keadaan dulu. Aku merasakan ada yang tidak beres.

Aku dapat melihat wajah gadisku itu seperti sedih khawatir akan sesuatu, tak lama setelah itu tangan pemuda itu memegang pipinya sambil merapihkan rambut Tania. Tania pun memegang tangan pemuda itu sambil memejamkan mata seakan-akan menikmatinya. Melihat semua itu, aku hanya bisa diam tidak tahu harus melakukan apa. Tiba-tiba pemuda itu mengkecup kening Tania. Disanalah tenagaku menjadi lemas yang membuat botol aqua di tanganku terlepas sehingga mereka berdua menyadari akan kehadiranku.

“Ikh... Ikhsan?” tanya Tania begitu melihat sosokku. “Kamu kenapa disini?”

Tania berjalan mendekatiku. Aku langsung menjulurkan tanganku sambil berkata ‘stop’

“Ya untuk ketemu kamu, kalo tidak buat apa aku ke purwokerto..”

Tania memberi komentar. “Kenapa kamu gak bilang dulu ke aku?”

“Aku ingin memberimu kejutan untuk ulang tahunmu, tapiii...” aku berhenti sejenak melirik ke arah cowok yang disampingnya. “tampaknya justru aku yang mendapatkan kejutan ya..”

Tania mulai salah tingkah, terlihat ia ingin memberikan penjelasan namun aku langsung bersuara. “Ini keputusanmu.. aku tidak bisa buat apa-apa.”

Aku langsung membalikkan badan dengan gaya seakan-akan tidak apa-apa. Gadis itu tidak mengejarku, namun aku mendengar secara samar-samar ucapan maaf darinya. Setelah keluar dari RS, aku berlari. Tidak lama, hanya sekitar 1 menit. Namun aku berlari sekuat tenaga dengan perasaan kacau dicampur dengan emosi yang sedang kucoba menahan sampai tidak sadar bahwa diluar sedang hujan deras. Wajahku yang tersenyum seminggu terakhir ini menjadi kusam dan tidak ada semangat. Terhenti dari pijakan yang lebih cepat dari biasa. Aku menundukkan kepala, menarik napas dalam-dalam, mengatur perasaan lalu menengadahkan kepala membiarkan air hujan membasahi mukaku dan akhirnya kututup dengan berteriak kencang.

Aucun commentaire: