mardi 29 septembre 2009

Globalizations

Questions : What is the truest definition of Globalization?

Answer : Princess Diana's Death.

Explanation :
An English Princess with an Egyption boyfriend crashes in French tunnel driving a German car with a Dutch engine, driven by Belgian who was drunk on Scottish whisky, followed closely by Italian Paparazzi, on Japanese motorcycles, treated by an Amereican doctor, using Brazilian medicines.

samedi 19 septembre 2009

Bagaikan Kurva

Aku rasa semua manusia mempunyai tingkat emosi yang berbeda-beda. Dimana ada kalahnya tanpa segan-segan ia akan menunjukkan senyuman yang paling tulus ke seseorang. Bahkan sebaliknya, ia tidak akan segan-segan menunjukkan sisi jeleknya di depan seseorang. Namun hal ini yang selalu kupertanyakan ke diriku dan beberapa teman-temanku. Apa gunanya sih semua itu??

Aku selalu memegang suatu prinsip dimana orang lain tidak perlu tahu permasalahan yang sebenarnya kita hadapi sehari-hari. Aku selalu bersyukur ketika masalah selalu bermunculan, karena dengan adanya masalah disitulah ada proses pembelajaran. Pembelajaran tentu akan membuat diri kita semakin lebih baik dan semakin terbuka agar dapat berpikir dan melihat dari sisi orang lain. Hal itu memang tidak gampang untuk dilakukan, karena pada dasarnya semua orang akan mempertahankan pendapat masing-masing atau pendapat yang mereka dekat.

Namun akhir-akhir ini, perisaiku mulai melemah tidak sekuat dulu. Perasaanku bagaikan kurva yang naik turun. Tanpa alasan yang jelas dan penyebab yang realistis, diriku yang beberapa menit lalu sedang tertawa terbahak-terbahak dan ramai berdiskusi dan bertukar pikiran, tiba-tiba menjadi diam dan emosiku berubah menjadi tidak baik. Dimana pada keadaanku seperti ini, aku selalu mencoba melawan dengan terus tersenyum dan berbicara agar orang tidak perlu tahu keadaanku sebenarnya.

Kenapa? kenapa tanpa alasan yang jelas, kurva emosiku yang sedang naik (baca : senang) tanpa alasan yang logi, kurva emosi tersebut menjadi turun (baca : bad mood) Namun kembali lagi aku bertanya, apakah semua yang terjadi itu memerlukan suatu alasan yang logis? kurasa tidak.

jeudi 10 septembre 2009

Death Upon Us

Pernahkah terlintas dalam benak pikiran kapan yang maha kuasa memanggil kita? apakah dikala hati kita sudah siap untuk menghadapNya? atau dikalah hidup kita sedang berada dipuncak kebahagiaan? Hanya satu hal yang pasti, kematian pasti akan menghampiri setiap insan di dunia ini dan tidak mengenal umur.

Apa yang terlintas dipikiran ketika kita mendengar kabar teman atau orang yang dekat dengan kita meninggal secara tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda terlebih dahulu? Aku masih bisa mengerti ketika orang yang sedang berada di rumah sakit atau kondisinya sudah tidak sehat dan dipanggil oleh yang Maha kuasa. Setidaknya kita mengetahui bahwa kondisinya memang tidak sehat, walaupun pada faktanya kita masih susah untuk ikhlas melepaskan kepergiaanya. Namun apa jadinya ketika kita sedang tertawa bersama-sama, namun tak disangka satu jam kemudian ia dipanggil Allah. Siapa yang sangka malam tersebut merupakan malam terakhir untuknya? siapa yang sangkah senyuman yang diberikan, merupakan senyuman terakhir? siapa yang sangka bahwa itu adalah pertemuan terakhir kita?

Hati terasa teriris-iris mendengar kabarnya yang secara tiba-tiba. Aku tak percaya, bahwa ia telah tiada di dunia ini. Aku memang tidak terlalu dekat, kita bukan satu permainan, dunia kita cukup berbeda. Pergaulan dia dengan diriku memang tidak berada dalam satu lingkaran. Namun setiap kita bertemu, sudah pasti ada kontak bathin yang mengatakan bahwa ia temanku.

Nenek pernah bilang,
"Kehadiran seseorang akan terasa begitu penting ketika ia sudah tidak ada.."

Aku mengerti dan paham akan kalimat tersebut. Terbayang dirinya yang selalu menegurku di tempat parkiran dengan nada ejeknya. Dirinya yang easy going, membuat diriku terbuka tidak ada gunanya sebuah penyesalan. Yang ada kita harus berusaha menjadi yang lebih baik lagi ke depan. Aku sempat banyak tukar pikiran dengannya, impian dia ke depan, pendapat dia tentang dunia. Namun mendengar kabarnya yang sudah tiada, seakan-akan semua kenangan itu terlintas dalam benak pikiran yang membuat hati ini pilu.

Aku semakin sadar bahwa Tuhan bisa memanggil kita kapan saja tanpa tanda-tanda. Akhirnya pun aku mengerti sebuah kalimat yang mengatakan bahwa agar diri kita sering-sering melayat. Karena suatu kita pun akan menjadi bagian dari mereka. Dengan melakukan itu, aku yakin semua orang di bumi ini setidaknya akan lebih mencoba untuk memperbaiki diri beserta imannya.

vendredi 4 septembre 2009

Realize

Pertanyaan yang selalu terlintas dalam pikiranku selama 3 tahun terakhir ini akhirnya menemukan sebuah titik cahaya. Setelah kejadian yang membuat aku sadar bahwa kehidupan ini penuh dengan kejutan-kejutan yang telah dipersiapkan oleh yang Maha kuasa, aku selalu yakin bahwa ada sesuatu yang harus aku pelajari. Aku dikirim kembali oleh Tuhan ke tanah air, karena kekurangan sesuatu yang sangat essential dalam kehidupan ini. Orang-orang menyebutnya dengan istilah 'Persahabatan'

Aku tidak percaya akan yang namanya persahabatan. Banyak orang yang bertanya, mengapa? Aku tidak mempunyai jawaban khusus terhadap pertanyaan tersebut, namun mungkin karena pemikiranku yang terbentuk akibat berpindah-pindah tempat terlalu banyak ketika aku masih kecil, secara tidak sadar membuat aku susah untuk mempercayai orang secara penuh. Susah untuk terbuka menjadi diri kita sendiri, karena sudah tertanam jelas bahwa suatu saat aku harus berpisah dengan mereka yang mana aku sudah mulai akrab. Pada dasarnya aku selalu takut yang namanya perpisahan. Tetapi perpisahan bukanlah sebuah akhir dari sebuah cerita, melainkan sebuah cerita yang baru. Aku tidak bilang itu adalah hal positif, namun yang pasti itu bukan juga hal negatif.

Aku coba telusuri yang disebut dengan persahabatan ini. Apa makna yang sebenarnya terkandung dalam kata itu. Apa yang akan dilakukan oleh seorang sahabat terhadap temannya? Apa yang hendak dilakukan seorang sahabat apabila ia tahu sahabatnya berjalan di arah yang salah? di jalan yang sudah terlihat jelas dilihat dari sisi manapun, bahwa tidak mungkin tindakan yang dilakukan itu tidak benar. Namun apa yang terjadi apabila tindakan itu sudah bermain dengan yang namanya perasaan? Aku yakin, bahwa yang namanya perasaan selalu saja datang tanpa diundang terlebih dahulu.

Selama menjalani hidup 3 tahun terakhir ini, aku mencoba untuk menjadi lebih terbuka dan mencoba untuk mempercayai orang. Aku memang dari dulu orang yang cukup ramai, namun tidak pernah membicarakan diri sendiri. Aku sadar, agar orang terbuka dan mempercayai kita. Aku harus berani bercerita tentang diriku terlebih dahulu kepada mereka yang aku ingin percayai. Pada dasarnya, aku selalu sendiri tetapi aku tahu sekarang, bahwa ketika aku ada masalah, ada teman yang akan siap membantu. Namun akupun juga sadar, apabila aku terlalu menaruh banyak harapan ke mereka, maka seketika itu juga aku akan cepat kecewa yang akan mengakibatkan jeritan kembali bermunculan.

Lebih baik aku berada sendirian di ujung ruangan, apabila aku menemukan yang mengaku-ngaku seorang teman atau sahabat namun ia mencoba menjerumuskan aku ke dalam lubang yang disebut dengan masalah. Aku yakin semua pertanyaan pasti ada jawaban, semua penantian pasti ada ujungnya. Hanya saja, semua itu bisa saja bermunculan ketika rasa kecewa sudah melekat dan susah untuk dihapus.