jeudi 30 août 2012

Smile Fade Away

Aku terdiam, tersentak cukup kaget melihat reaksinya yang kecewa akibat sesuatu yang diharapkan kulakukan namun terlewatkan dimataku. Aku tidak menyangka ia begitu kecewa, seperti biasa, aku tepis dengan membela diri menceritakan alasan-alasan yang menurut aku cukup logis. Ia memang diam dan tidak berargumen, namun tindakannya itu justru menampar hati lebih keras ketimbang apabila kami berdiskusi. Aku tatap matanya dalam-dalam lewat layar kaca, terpantul rasa kekecewaan yang sangat mendalam yang membawaku ke kenangan pahit di masa lalu.

Yang mana lebih sakit, terjatuh untuk yang pertama kali atau jatuh kesekian kali dalam lubang yang sama? Sudah berapa lama pertanyaaan ini melintasi alam sadarku pada tiap harinya, dan perasaan itu kembali tergenang kelapisan paling atas, yang membuat perasaan ini pilu. Aku menggeleng-gelengkan kepala agar bayangan masa lalu yang pahit itu tidak kembali menghinggap dalam pikiranku, yang akhirnya aku tutup dengan menarik napas panjang.

Pada akhirnya, sesuatu mengetuk hatiku yang membuat aku sadar. Semua ini terjadi memang karena kesalahanku, keegoisanku dan ketidakpekaanku. Harusnya aku bisa lebih memikirkan dan melihat dari sisinya betapa penting hal tersebut untuk dilaksanakan. Memang bukan sesuatu yang muluk, hanya saja hal tersebut terlewatkan di pikiranku bahwa hal itu sangat berarti untuk dirinya. Aku menyesal, terlebih lagi sangat menyesal sehingga aku harus melihat wajahnya yang sedih dan kecewa.

Senyuman biasa yang selalu diperlihatkan kepadaku hilang seketika, aku meminta maaf dan kali ini tanpa penjelasan. Hanya ucapan maaf dan maaf lagi, karena aku tahu aku salah.

Bukan hanya senyumannya yang hilang, seketika seharian setelah percakapan itu harus ditutup karena beberapa alasan, wajahku murum dan tidak bercahaya. Senyuman di wajahku pun sirna sehari penuh, sampai membuat ibuku khawatir yang melihat aku tidak ceria, bahkan akupun tertidur didalam bioskop karena kosongnya pikiranku.

Aku harus lebih tenang dan banyak berintropeksi diri. Aku harap ia mau memaafkan diriku ini dan keadaan kami berdua bisa kembali normal. Yang aku butuhkan lebih dari apapun sekarang ini adalah dirinya, dan dirinya yang bahagia dan tersenyum.

Aucun commentaire: