samedi 19 septembre 2009

Bagaikan Kurva

Aku rasa semua manusia mempunyai tingkat emosi yang berbeda-beda. Dimana ada kalahnya tanpa segan-segan ia akan menunjukkan senyuman yang paling tulus ke seseorang. Bahkan sebaliknya, ia tidak akan segan-segan menunjukkan sisi jeleknya di depan seseorang. Namun hal ini yang selalu kupertanyakan ke diriku dan beberapa teman-temanku. Apa gunanya sih semua itu??

Aku selalu memegang suatu prinsip dimana orang lain tidak perlu tahu permasalahan yang sebenarnya kita hadapi sehari-hari. Aku selalu bersyukur ketika masalah selalu bermunculan, karena dengan adanya masalah disitulah ada proses pembelajaran. Pembelajaran tentu akan membuat diri kita semakin lebih baik dan semakin terbuka agar dapat berpikir dan melihat dari sisi orang lain. Hal itu memang tidak gampang untuk dilakukan, karena pada dasarnya semua orang akan mempertahankan pendapat masing-masing atau pendapat yang mereka dekat.

Namun akhir-akhir ini, perisaiku mulai melemah tidak sekuat dulu. Perasaanku bagaikan kurva yang naik turun. Tanpa alasan yang jelas dan penyebab yang realistis, diriku yang beberapa menit lalu sedang tertawa terbahak-terbahak dan ramai berdiskusi dan bertukar pikiran, tiba-tiba menjadi diam dan emosiku berubah menjadi tidak baik. Dimana pada keadaanku seperti ini, aku selalu mencoba melawan dengan terus tersenyum dan berbicara agar orang tidak perlu tahu keadaanku sebenarnya.

Kenapa? kenapa tanpa alasan yang jelas, kurva emosiku yang sedang naik (baca : senang) tanpa alasan yang logi, kurva emosi tersebut menjadi turun (baca : bad mood) Namun kembali lagi aku bertanya, apakah semua yang terjadi itu memerlukan suatu alasan yang logis? kurasa tidak.

Aucun commentaire: