vendredi 1 mai 2009

Smile for Others

Aku melangkahkan kaki dengan pelan menuju tempat dimana aku selalu dapat menikmati angin bertiup sambil memandang langit. Entah ketika langit itu sedang berwarna biru dengan awan putih dan kilauan dari cahaya matahari, ataupun ketika langit sedang gelap disertai kilat dan turunnya air membasahi bumi. Keadaan apapun langit itu, yang pasti ketika aku duduk di tempat tersebut, hatikupun merasakan berbagai perasaan. Baik ketika aku sedang lelah, sedih, bahagia, kangen atau hanya sekedar ingin berpikir.

Aku selalu merasa, ketika aku duduk di tempat tersebut. Aku bisa mengatur keadaan jiwa ragaku. Yang ketika aku senang, aku bisa berbagi rasa senang itu ke orang sekitar disekitar. Berbagi canda tawa dan membuat orang lain tersenyum, memang merupakan keinginanku. Aku selalu memilih agar orang lain terutama mereka yang penting bagiku untul selalu senang. Setidaknya ketika kurva senyuman mereka luntur dengan wajah yang tidak bercahaya, aku akan berusaha membuat mereka kembali tersenyum. Namun apa yang terjadinya ketika keadaan berbalik?

Ketika aku sedang merasakan kesedihan yang kusimpan di dalam hati ini? aku berharap ketika berada di tempat tersebut, akan ada orang yang sedang sedih melewati atau duduk di dekatku. Bukan bermaksud untuk membagi dan saling bercerita rasa sedih itu, tetapi ketika aku melihat orang (khususnya yang penting bagiku sedih) entah kenapa perasaan sedihku hilang, kurva senyumanku akan muncul.

Aku menyadari terdapat keanehan dari penjelasan diatas, namun jangan salah paham. Aku tersenyum bukan karena ada yang sedih atau lebih menderita dariku. Tetapi melihat keadaannya yang sedih, aku pasti akan berusaha untuk ceria dan mencoba menghiburnya. Lebih baik aku yang sedih ketimbang mereka sedih. Namun akhir-akhir ini, aku merasakan menjadi orang yang lemah. Aku mulai kehilangan kelebihan tersebut, apa karena masalah yang kuhadapi sekarang sudah bertumpuk? atau memang jiwa ragaku sedang berada pada stagse sensitif?

Nenek pernah bilang
"False tears are capable of hurting other people, false smiles are capable of hurting one's self"

Aku teringat akan kalimat diatas, apa yang tertulis ternyata benar. Setidaknya seorang gadis mengingatkanku, bahwa tersenyum ketika kita sedih memang bagus, tetapi itu dapat melukai diri sendiri. Memperlihatkan sisi asli kita, memang bukan hal yang negatif. Ketika kita sedih, kita harus dapat menunjukan bahwa kita sedih.
Aku selalu mencoba untuk menutupi perasaan ini, tetapi rasa khawatirku selalu ada. Berapa lama aku dapat bertahan dalam kondisi seperti ini? Yang pada akhirnya, aku harus sadar bahwa sebenarnya "i'm not okay".

1 commentaire:

tara a dit…

nicely written entry...=)

paradoksal drul... ada yg bilang, mengeluarkan emosi lebih melegakan. tapi kadang2 gw bertanya2, seberapa batas kita boleh ikut dengan emosi itu?
katakanlah gw sedih. kalo gw nangis terus, will it make me better? or will I feel better if I forced myself to smile?

ada yg bilang dengan mencoba tersenyum, walau terpaksa, itu bakal lepasin hormon2 yg bikin kita senang.
tapi kalo gw lagi sedih, dan yg gw keluarin adalah senyuman, bukannya tambah depresi di dalam ya?
*hahaha curcol*
wish I could just pour my heart out, just like my old self